_(16).png)
_(16).png)
Sebelum masuk ke hubungan yang lebih intim, ada satu hal penting yang sering terlupakan: consent, atau persetujuan. Consent bukan hanya tentang berkata “ya” atau “tidak”, tapi soal saling memahami, saling menghargai, dan memastikan bahwa setiap orang merasa aman serta nyaman dengan apa yang akan di lakukan.
Dalam hubungan yang sehat, komunikasi seputar batasan, keinginan, dan kenyamanan adalah bagian dari kedekatan. Artikel ini akan membahas bagaimana cara membicarakan consent dengan pasangan secara terbuka, jelas, dan tetap hangat karena rasa hormat itu bukan hanya penting, tapi juga sangat menarik.
Consent adalah persetujuan yang diberikan secara sadar, sukarela, dan tanpa tekanan sebelum melakukan aktivitas seksual. Ini menunjukkan rasa saling menghargai dan memastikan semua pihak merasa aman dan nyaman.
Tanpa consent, hubungan bisa melukai secara fisik maupun emosional. Karena itu, persetujuan bukan sekadar formalitas, tapi kunci dari hubungan yang sehat, setara, dan saling percaya.
Bicarakan consent dengan tenang, jujur, dan tanpa tekanan. Kamu bisa mulai dengan pertanyaan sederhana seperti, “Kamu nyaman kalau kita lanjut?” atau “Kalau ada yang bikin kamu ragu, bilang ya.”
Pilih waktu yang tenang dan suasana yang aman untuk ngobrol. Dengarkan dengan sungguh-sungguh, dan pastikan pasangan merasa bebas untuk bilang “ya”, “tidak”, atau “belum siap”—semuanya valid.
Ingat, komunikasi soal consent bukan untuk merusak momen, tapi justru untuk membangun rasa aman dan saling percaya.
Persetujuan dalam hubungan artinya kedua belah pihak sama-sama setuju, nyaman, dan tahu apa yang sedang dan akan terjadi—tanpa paksaan, rasa takut, atau tekanan emosional.
Persetujuan bisa terdengar seperti, “Aku oke dengan ini”, atau “Kita pelan-pelan aja, ya.” Tapi yang penting, sikap dan bahasa tubuh juga selaras—pasangan terlihat tenang, terbuka, dan tidak ragu.
Persetujuan juga harus terus diperbarui. Setiap langkah butuh konfirmasi ulang, karena seseorang bisa berubah pikiran kapan saja. Dan itu sepenuhnya hak mereka.
Kadang yang bikin sulit bukan niatnya, tapi bingung harus mulai dari mana. Nah, berikut beberapa contoh kalimat yang bisa kamu gunakan untuk membuka obrolan soal consent tanpa bikin suasana jadi tegang:
“Kamu nyaman nggak kalau kita ngobrolin soal batasan dan kenyamanan masing-masing?”
“Aku pengen pastiin semuanya terasa aman dan oke buat kamu. Kita bisa bahas bareng ya?”
“Kalau nanti ada hal yang bikin kamu nggak nyaman, kamu bebas bilang, ya.”
“Menurut kamu, apa yang paling penting biar kita sama-sama merasa dihargai?”
“Kita mau jalan bareng, jadi aku pengen denger juga apa yang kamu nyaman atau nggak nyaman.”
Penting diingat, nada dan sikapmu saat menyampaikan itu sama pentingnya dengan kata-katanya. Tunjukkan bahwa kamu benar-benar mau mendengarkan, bukan sekadar formalitas.
Sebelum masuk ke hubungan yang lebih intim, kepercayaan dan rasa aman jadi dasar yang tidak bisa dilewatkan. Tanpa itu, sulit untuk benar-benar merasa nyaman, terbuka, dan saling terhubung.
Berikut beberapa tips sederhana yang bisa membantu:
Bangun komunikasi yang jujur dan terbuka. Tidak harus selalu serius—yang penting saling jujur soal perasaan, batasan, dan harapan.
Tunjukkan bahwa kamu bisa dipercaya. Misalnya, dengan menghargai keputusan pasangan, bahkan saat jawabannya “tidak” atau “belum siap.”
Jangan terburu-buru. Setiap orang punya ritmenya sendiri. Memberi waktu adalah bentuk kepedulian.
Validasi perasaan pasangan. Saat mereka cerita soal kekhawatiran atau pengalaman sebelumnya, dengarkan tanpa menghakimi.
Ciptakan ruang yang aman. Baik secara fisik maupun emosional—tempat di mana pasangan bisa jadi dirinya sendiri tanpa takut ditolak atau dipaksa.
Rasa aman itu dibangun lewat hal-hal kecil yang konsisten. Dan ketika rasa itu sudah ada, keintiman akan tumbuh dengan sendirinya—tanpa paksaan, tanpa tekanan.