Ketika Seksologi Bertemu Teknologi: Demo Sex Toys di Simposium Nasional ASI 2025

Demo Sex Toys di Simposium Seksologi 2025: Ketika Ilmu, Teknologi, dan Kehangatan Bertemu
Ketika Seksologi Bertemu Teknologi:  Demo Sex Toys di Simposium Nasional ASI 2025

Suasana aula di Harris Hotel Kelapa Gading siang itu terasa berbeda dari simposium ilmiah kebanyakan. Para profesor, dokter, psikolog, dan praktisi seksologi duduk berjejer rapi, sebagian masih menyesap kopi sambil mencatat di buku catatan. Namun ketika moderator menyebut kata “demo alat”, ruangan mendadak terasa lebih hidup. Bukan karena sensasi, melainkan karena rasa ingin tahu.

Dalam sesi bertajuk "Peran Seks Toys untuk Keharmonisan Keluarga”, panggung diisi oleh dua sosok yang sudah akrab di dunia seksologi Indonesia: dr. I Made Oka Negara, M.Biomed, FIAS dan Rendra Sususanti atau yang lebih akrab di panggil Susu, sebagai founder Laciasmara.com.
Keduanya tampil bukan untuk menghibur, melainkan untuk berbagi hal yang selama ini terlalu sering diselimuti rasa tabu:
"sex toys sebagai alat bantu”

Membuka Tabu di Ruang Ilmiah

Di hadapan ratusan peserta, dr. Oka menjelaskan dengan tenang. Bahwa alat bantu seks bukan semata simbol kesenangan, tetapi bagian dari ilmu kesehatan seksual yang sahih.

Banyak pasangan datang ke klinik bukan karena kehilangan cinta, tapi karena kehilangan koneksi fisik yang sehat. Di sinilah alat bantu bisa berperan sebagai *jembatan*, bukan pengganti,” ujar dr. Oka, disambut anggukan dari peserta.

Sementara di sisi lain panggung, Rendra Sususanti — founder dari Laci Asmara — memperlihatkan berbagai jenis alat dengan cara yang profesional namun tetap membumi. Ia menjelaskan pembagian dari alat untuk pasangan beginner yang baru mau coba-coba, explorer, yang sudah pernah menggunakan seks toys dan ingin naik level sampai adventurer dengan teknologi canggih. Merk Nude diperkenalkan sebagai alat bantu seks untuk para pemula. Sementara Bouncy Bliss di kategorikan sebagai explorer. Ada juga alat bantu seks dari Honey Play Box yang dilengkapi dengan aplikasi jarak jauh masuk dalam kategori adventurer.
Tidak ada nuansa vulgar, tidak ada canggung. Hanya ilmu, disampaikan dengan hangat dan terbuka.

Zoya Amirin,psikolog klinis dan seksolog ikut bergabung untuk menjelaskan fungsi seks toys,  menambah cair dan semarak suasana

“Ketika pasangan mampu berdialog tentang apa yang membuat mereka nyaman, termasuk alat bantu, keintiman menjadi lebih jujur dan sehat,” katanya lembut.

Antara Teknologi dan Kehangatan

Tema besar simposium kali ini, Seksualitas di Era Digital dan Artificial Intelligence, terasa begitu relevan dengan sesi ini. Di tengah gempuran teknologi yang memediasi hampir semua aspek kehidupan, hubungan intim pun mengalami transformasi. Aplikasi kencan, pornografi digital, hingga virtual reality — semua mengubah cara manusia memahami seksualitasnya.

Namun pesan dari demo ini justru sederhana: di balik teknologi, yang paling penting tetap *rasa manusiawi*. Alat bantu hanyalah sarana; sentuhan, komunikasi, dan saling menghormati tetap menjadi inti, bukan pengganti apalagi mengobati.

Dari Klinik ke Kehidupan Sehari-hari

Bagi sebagian orang, mungkin masih terasa aneh mendengar sex toys dibahas di ruang akademik. Namun inilah perubahan penting yang ditunjukkan Simposium Nasional Asosiasi Seksologi Indonesia (ASI) 2025: bahwa kesehatan seksual bukan sekadar urusan kamar tidur, melainkan juga kesejahteraan mental, relasi, dan martabat manusia.

Pendekatan seksologi kini tak lagi kaku. Ia merangkul teknologi, psikologi, hingga aspek sosial-budaya. Bahwa berbicara tentang alat bantu seks bukan tentang erotisme, melainkan tentang *empati* — tentang bagaimana dua manusia bisa tetap saling terhubung meski usia, kondisi tubuh, atau situasi hidup berubah.

Seksualitas yang Dewasa dan Adaptif

Lewat sesi seperti ini, seksologi Indonesia menunjukkan wajah barunya: ilmiah tapi hangat, rasional tapi tetap peka. Diskusi tentang sex toys tidak lagi diselimuti bisik-bisik, melainkan disampaikan dengan rasa hormat terhadap pasangan, tubuh, dan nilai-nilai budaya.

Sebagaimana diingatkan oleh Ketua Panitia, Dr. dr. Dharmawan Ardi Purnama, Sp.KJ, dalam sambutannya, seksologi masa depan harus mampu menjembatani sains, psikologi, budaya, dan teknologi — dengan semangat inklusi dan integritas.

Dan mungkin, demo sederhana di atas panggung hari itu menjadi simbol kecil dari jembatan besar itu. Bahwa di tengah dunia yang semakin digital, manusia justru dipanggil untuk menjadi lebih hangat, lebih terbuka, dan lebih sadar akan arti keintiman sejati.

 

Bagikan:

Baca yang lain

Cara Memperkenalkan Menu Tambahan Kepada Pasangan

Penting untuk kita mengubah perspektif bahwa kepemilikan sex toys merupakan suatu hal negatif. Kita harus memantapkan pikiran bahwa, mainan seks sama hal-nya seperti mainan lain pada umumnya.

Master Asmara